Sabtu, 18 Juli 2015

JENITRI

www.serbaserbiizzat.blogspot.com

Memanen biji ganitri jauh menguntungkan dibanding kelapa,’ ujar pria kelahiran Cilacap 31 Desember 1925 itu. Bila sebatang kelapa menghasilkan 10 buah per bulan, ia paling-paling mengantongi Rp10.000 per pohon. Di kota minyak itu harga sebuah Cocos nucifera hanya Rp1.000.
Pendapatan itu lebih kecil ketimbang hasil penjualan ganitri, ‘Panen perdana satu pohon ganitri menghasilkan Rp250.000-Rp1,3-juta. Itu belum termasuk panen susulan,’ kata pensiunan perangkat desa itu. Tinggi rendahnya pendapatan itu lantaran ukuran biji yang tak seragam dari setiap pohon. Padahal, biji klitri-sebutannya di Madura-dihargai berdasarkan ukuran. Semakin kecil ukuran biji, kian tinggi harganya.
Naik terus
www.serbaserbiizzat.blogspot.com

Menurut Komari, ‘Dari satu pohon belum tentu ada yang berukuran kecil.’ Biji ganitri dikelompokkan dalam 11 nomor, nomor 1-ukuran diameter 5 mm-adalah yang terkecil dan termahal. Nomor berikutnya setiap kenaikan 0,5 mm. Kelas 1-9 dihargai per butir, sedang nomor 10 dan 11 dihargai per kilogram.
Sejak pamornya naik, harga itu tak pernah turun, bahkan terus naik. Pada 1960 harga sebuah biji kelas 1 Rp0,5; sekarang, Rp152. Bandingkan dengan harga biji kelas 10 berukuran 9,5 mm mencapai Rp11.000 per kg; nomor 11 berukuran di atas 10 mm, Rp2.000 per kg. Setiap kenaikan diameter 0,5 mm, harga semakin turun. Harga sebuah biji nomor 9 ukuran 9 mm- Rp10.
‘Kelihatannya murah, tapi bila diakumulasikan bisa mencapai jutaan rupiah per pohon,’ papar ayah 3 anak itu. Dari sebuah pohon, biji yang termasuk kelas 1-9 tak sampai 20%. Pada panen perdana ketika pohon berumur 4 tahun, produksi mencapai 350.000 butir. Pekebun memanen buah pada September-Februari.
Varietas yang dibudidayakan Komari berproduksi ketika berumur 2 tahun; jenis lokal, umur 6-7 tahun. Batang varietas super lebih pendek sehingga memudahkan panen. Jenis super berumur 4 tahun tingginya 4 meter; lokal, 10-15 meter. Nah, jenis super itu lebih banyak menghasilkan biji kelas 1- 9. Dengan jarak tanam 6 m x 6 m, populasi ganitri di lahan 1 ha mencapai 120 pohon. ‘Setengahnya sudah berbuah dan siap panen 2 bulan mendatang,’ kata pria 72 tahun itu.
Di Desa Dongdong, Kecamatan Kesugihan, Cilacap, Komari bukan satu-satunya pekebun ganitri. Saat ini terdapat 70 pekebun yang membudidayakan pohon anggota famili Elaeocarpaceae itu di Cilacap. Setelah Komari sukses meraup laba besar, mereka ingin mengikuti jejaknya. Rata-rata mereka menanam 2-10 pohon mata dewa alias ganitri di pekarangannya.
Belum dikebunkan
www.serbaserbiizzat.blogspot.com

Untuk apa biji ganitri itu? Pemeluk agama Hindu menggunakan biji ganitri sebagai sarana peribadatan. Biji-biji itu diuntai membentuk rangkaian seperti tasbih bagi penganut Islam atau rosario bagi kaum Nasrani. Itulah sebabnya pasar terbesar biji ganitri ke India dan Nepal. Negara di Asia Selatan itu penganut Hindu terbesar. Tak hanya itu, ganitri dipercaya berkhasiat obat berbagai penyakit (baca: Mata Siwa Penyapu Polutan halaman 116).
Di Indonesia ganitri lebih dikenal sebagai pohon pelindung. ‘Tak banyak orang Indonesia yang mengebunkannya,’ tutur Soma Temple, pengusaha ganitri di Bali. Itulah sebabnya Soma kadang-kadang kesulitan mencari bahan baku dan harus mengimpor dari India dan Nepal. Di bawah label Aum Rudraksha, ia rutin memasarkan minimal 100 mala alias tasbih ganitri ke Australia, Jepang, dan Italia. Harga termurah berkisar Rp50.000-Rp80.000. Jika menginginkan desain khusus, harganya lebih mahal.
Selain di Cilacap, sentra penanaman ganitri juga ada di Desa Gadungrejo, Kecamatan Klirong, Kebumen, Jawa Tengah. Menurut staf Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Kebumen, Supono, total penanaman 35 ha dengan produksi per ha mencapai 1,9 ton. Kasimun dan Jasmin, membudidayakan masing-masing 18 dan 8 pohon jenis super di lahan 1.875 m2 dan 200 m2.
Panen perdana 3 pohon milik Jasmin berlangsung pada April 2007. Ia menuai 6.000 biji kelas 5, 5.000 biji (4), 3.000 biji (3), 2.000 biji (2), dan 750 biji (1). Sisanya masuk nomor 10-11. Dari penjualan itu Jasmin mengantongi Rp2,1-juta. Ia pun berhasrat menambah populasi pohon hingga 20 batang.
Laba itu memang terbilang besar. Sebab, biaya pemeliharaan sebatang pohon rudraksa relatif kecil. Komari hanya menghabiskan Rp7.500 per pohon per tahun. Dana itu untuk pemupukan dan penyiraman. Artinya, dari 3 pohon milik Jasmin yang sudah berproduksi, menelan biaya Rp22.500. Harga sebuah bibit sambung susu Rp100.000. Hasilnya mencapai jutaan rupiah dalam setahun.
Palsu
Bukan berarti usaha Kasimun selalu mulus. Awal menanam 40 bibit sambung susu yang didatangkan dari Cilacap mati menyisakan 18 batang saja. Kerugian yang dideritanya sekitar Rp2-juta. ‘Bibit patah karena tak tahan diterpa angin,’ kata Kasimun. Tak mau mengulangi kisah pahit itu, ia selalu memberi ajir setiap bibit yang baru ditanam dengan bambu sampai umur 1,5 tahun. Hama yang ditemui biasanya berupa ulat cokelat yang makan dan bersarang di dalam batang muda. Akibatnya tanaman kering dan mati. Jika hambatan teratasi, peluang bisnis ganitri masih terbentang.
Biji Elaeocarpus ganitrus dapat dijual dalam keadaan basah maupun kering. Namun, kebanyakan pekebun menjual kering lantaran keuntungan lebih besar. Dalam keadaan basah, biji kelas 1 dapat digolongkan nomor 3 karena kulit pembungkus biji cukup tebal. Apalagi mengupas kulit buah mudah dilakukan.

Cara Olah Biji Jenitri
Pekebun biasanya merebus buah ganitri dalam air mendidih selama 2 jam. Setelah kulit luar melunak, pekebun membersihkan dan menjemurnya selama 18 jam.
www.serbaserbiizzat.blogspot.com

Pekebun seperti Komari menyetorkan biji kering kepada eksportir di Jakarta. ‘Berapa pun volumenya diambil,’ katanya. Eksportir membutuhkan 320 ton ganitri sekali kirim. Syaratnya biji ganitri harus cerah. Dibutuhkan saringan untuk menyeleksi biji ganitri dalam 11 kelompok dan menghitung jumlah biji setiap kelas.
Berapa pun harganya, selalu dibayar tunai. Dari setiap kelas yang ia beli, Komari mengutip minimal Rp10 per butir. Setiap musim panen rata-rata ia membeli hingga 1,5 ton ganitri dengan total pembelian seharga Rp600-juta. Sebagai pengepul, laba bersihnya lebih dari Rp100-juta per bulan.
Menurut Indian Times, setiap tahun jutaan biji rudaksa asal Indonesia masuk ke India. Nilai transaksi diestimasi mencapai Rp500-miliar. Kelangkaan dan tingginya kebutuhan itu memunculkan penjual nakal yang memperdagangkan biji ganitri palsu

Kamis, 09 Juli 2015

PENCIPTAAN MANUSIA

PENCIPTAAN MANUSIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Al-Qur’an dan Sains Modern yang diampu oleh Bapak Dr. Moh. Sakir, M.Ag.



Disusun oleh :
Agustina Setyo Rini.
Amin Alifatuloh.
Rahma Ilham

Kelas: PAI III F.


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ) JAWA TENGAH DI WONOSOBO
Jl.Raya Kalibeber Km.3 Telp. (0286) 321873 Fax. 324160 Wonosobo 56351.

2014




A.    PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara ciptaannya yang lain, karena manusia memiliki akal untuk berfikir dan hati untuk merasakan serta fisik yang paling sempurna. Namun dari segi sejarah asal mula adanya manusia memiliki beberapa perbedaan teori seperti teori yang dikemukakan oleh para tokoh yang menyatakan bahwa manusia itu berasal dari kera sebagai nenek moyangnya yang berevolusi dari jenis primata yang memiliki fisik kurang sempurna hingga pada primata yang sempurna baik dari segi fisik maupun berfikir secara naluri dan teori yang berasal dari Al-qur’an yang sudah sangat jelas keterangannya yaitu bahwa manusia diciptakan oleh Allah dari tanah yang dibentuk dan didalamnya diberi ruh untuk hidup yang diberi nama Adam yang merupakan manusia pertama yang diciptakan dan Allah menciptakan Hawa sebagai pendamping hidupnya yang diciptakan dari tulang rusuk Adam sehingga kita yang ada di bumi merupakan anak cucu dari keturunannya.
Namun setiap manusia memiliki pandangan yang berbeda tentang teori asal mula ia diciptakan karena banyak juga teori-teori yang mendukung dari beberapa versi yang dikemukakan, tetapi bagi kaum muslim sudah sangat jelas memiliki sumber pengetahuan yang benar dan kekal dalam pengetahuannya yaitu Al-qur’an sehingga kita wajib mengimaninya dan Allah menciptakan manusia di bumi tidak lain yaitu untuk menjadi khalifah dan sebagai jalan untuk beribadah kepada Allah.









B.     PEMBAHASAN
1.      Teori Asal Mula Manusia Menurut Para Tokoh.
Pernyataan Charles Darwin mendukung bahwa manusia modern berevolusi dari sejenis makhluk yang mirip kera. Selama proses evolusi ini, diduga telah dimulai dari 5 atau 6 juta tahun yang lalu dinyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk peralihan antara manusia modern dan nenek moyangnya.
Menurut skenario ditetapkan empat kelompok secara berurutan dari primata yang kurang sempurna menuju sempurna yaitu:
1.      Australophithecines.
2.      Homo habilis.
3.      Homo erectus.
4.      Homo sapiens.
Mahkluk tertua yang ditemukan dengan bentuk mirip manusia adalah Australopithecus yang diperkirakan umurnya 350.000-1.000.000 tahun dengan ukuran otak sekitar 450-1450 cm3, perkembangan dengan volume otak ini besar pengaruhnya bagi kecerdasan otak manusia. Dari penelitian ini diperkirakan dalam waktu antara 400.000-500.000 tahun volume otak itu bertambah 1000 cm3, tetapi dari perkembangannya Neandertal ke manusia modern sekarang tidak berkembang lagi.
Menurut teori evolusi, telah ditemukan fosil yang disebut sebagai akar dari kera pada tahun 1994 yang diberi nama Ardipithecus yang diperkirakan hidup 4,4 juta tahun yang lalu, penemuan tersebut menguatkan pendapat bahwa simpanse dan manusia berevolusi dari nenek moyang yang sama tetapi dalam sepanjang perjalanannya masing-masing berubah dan berevolusi secara terpisah.
Maslow menemukan perbedaan penting antara tingkah laku manusia dan tingkah laku binatang. Selain itu ia juga meragukan asumsi yang menyatakan bahwa naluri-naluri binatang itu buruk. Pandangannya adalah bahwa andaipun kita menerima premis bahwa manusia berasal dari binatang dan memiliki naluri seperti binatang, tidaklah lalu berarti bahwa naluri-naluri itu buruk. Jika diandaikan bahwa manusia hanyalah bentuk tertinggi evolusi binatang maka kita harus mengandaikan bahwa saudara terdekat kita adalah kera. Dari penyelidikan yang luas terhadap monyet dan kera Maslow menemukan bahwa binatang-binatang lebih menunjukkan sikap kasih dan kerja sama, bukan seperti yang digambarkan Freud tentang binatang yang jahat, mementingkan diri dan agresif.[1]
2.      Teori Asal Mula Manusia berdasarkan Al-Qur’an.
Saat Allah merencanakan penciptaan manusia dan mulai menggarapnya Malaikat Jibril seolah khawatir karena takut manusia akan berbuat kerusakan di muka bumi, di dalam Al-Quran, kejadian itu dituliskan:
  “.. Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya, Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (QS. Al Hijr: 28-29)
Firman Allah inilah yang membuat malaikat bersujud kepada manusia, sementara iblis tetap dalam kesombongannya dengan tidak melaksanakan firman Allah. Inilah dosa yang pertama kali dilakukan oleh makhluk Allah yaitu kesombongan. Karena kesombongan tersebut Iblis menjadi makhluk paling celaka. Kemudian Allah menciptakan Hawa sebagi teman hidup Adam dan Allah berpesan untuk tidak mendekati salah satu buah di surga yaitu khuldi, namun Iblis menggoda mereka sehingga terjebaklah Adam dan Hawa dalam kondisi yang menakutkan, maka setelah mereka memakannya Allah menghukum Adam dan Hawa sehingga diturunkan kebumi dan pada akhirnya Adam dan Hawa bertaubat namun mereka tetap menetap dibumi.
Adam adalah ciptaan Allah yang memiliki akal sehingga memiliki kecerdasan, bisa menerima ilmu pengetahuan dan bisa mengatur kehidupan sendiri. Inilah kelebihan manusia yang Allah ciptakan untuk menjadi khalifah dibumi untuk menghuni dan memelihara bumi yang Allah ciptakan. Dari Adam inilah cikal bakal manusia diseluruh permukaan bumi melalui pernikahannya dengan Hawa, ia melahirkan keturunan yang menyebar ke berbagai benua diseluruh penjuru bumi menempati lembah, gunung, gurun, dan wilayah lainnya diseluruh penjuru bumi.


 Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
“Dan sesungguhnya Kami muliakan anak-anak Adam; Kami angkut mereka didaratan dan di lautan; Kami berikan mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. al-Isra’: 70).
Dari Ibnu Abas meriwayatkan bahwa penciptaan Adam itu diambil dari beberapa tanah:
1.      Kepala Adam dari tanah Baitul-Muqaddis, kerana di situlah otak manusia, dan tempatnya akal. 
2.      Telinganya dari tanah Bukit Thursina, kerana dia alat pendengar dan tempat menerima nasihat.
3.      Dahinya dari tanah Iraq, kerana disitu tempat sujud kepada Allah. 
4.      Wajahnya dari tanah Aden, kerana disitu tempat berhias dan tempat kecantikan. 
5.      Matanya dari tanah telaga Al-Kautsar, tempat menarik perhatian.
6.      Giginya dari tanah Al-Kautsar, tempat memanis-manis. 
7.      Tangan kanannya dari tanah Kaabah, untuk mencari nafkah dan kerjasama sesama manusia. 
8.       Tangan kirinya dari tanah Paris, tempat beristinjak. 
9.      Perutnya dari tanah Babylon, disitulah tempat berahi dan tipudaya syaitan untuk menjerumuskan manusia ke lembah dosa. 
10.  Tulangnya dari tanah Bukit Thursina, alat peneguh tubuh manusia. 
11.  Dua kakinya dari tanah India, tempat berdiri dan jalan. 
12.  Hatinya dari tanah syurga Firdaus, kerana di situlah iman, keyakinan, ilmu, dan kemauan.
13.  Lidahnya dari tanah Tha’if, tempat mengucap Syahadat, bersyukur dan berdoa kepada Allah.
Dengan beberapa pendapat dan bukti yang ada seperti adanya penemuan dan bukti fosil yang terletak di tanah dan mengungkapkan sejarah kehidupan begitu banyak spesimen fosil di seluruh dunia. Semua fosil ini menunjukkan bahwa mahluk-mahluk hidup muncul terbentuk sempurna dan tanpa cela, bersama semua ciri-ciri rumit mereka maka dengan hal ini menunjukkan bahwa mereka diciptakan oleh Allah. Allah telah menciptakan semua mahluk hidup dalam bentuknya yang terbaik, semua wujud adalah ungkapan dari kekuatan dan keagungan Allah. Dihadapkan dengan segenap wujud ini, tugas manusia adalah memakai nalar dan nuraninya serta merenungkan bahwa alam semesta telah diciptakan dengan suatu kebijaksanaan yang pasti supaya bersyukur kepada Allah dan menyembahNya dengan cara yang terbaik.[2]
3.      Tujuan Penciptaan Manusia.
a.       Manusia diciptakan dengan tujuan untuk menyembah dan beribadah kepada Allah dengan diberi petunjuk dan tuntunannya.
b.      Sebagai khalifah di bumi, yaitu untuk memimpin, mengolah dan menjaga kehidpan di dunia.
c.       Agar manusia dapat mengetaui dan mengungkapan rasa syukur kepada Allah karena manusia telah diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna diantara ciptaan yang lain dengan dibekali akal.
d.      Manusia dapat mengembangkan dan meningkatkan kehidupannya dengan segala karunia Allah yaitu untuk dapat membedakan yang salah dan benar serta dapat memilih jalan yang baik autupun buruk.








PENUTUP
A.    Kesimpulan.
Manusia dengan kesempurnaanya diantara ciptaan yang lain baik dalam bentuk lahir maupun batin, dari beberapa pendapat dan bukti yang diungkapkan oleh para tokoh peneliti tentu hal tersebut menunjukkan kebesaran Allah, yang dalam Al-qur’an telah dijelaskan manusia pertama yang diciptakan adalah Adam. Kita sebagai khalifah hendaknya harus mampu menjadi yang terbaik seperti terbaiknya kita diciptakan idak lan yaitu untuk beribadah kepada Allah.


[1]
[2] http//:taqrib.info/indonesia:mabahese-ghorani&itemid=44

Selasa, 07 Juli 2015

Islam berkembang di papua nugini


REPUBLIKA.CO.ID, Medio 2009, komunitas Muslim yang tinggal di Port Moresby, ibu kota Papua Nugini menghadiri sebuah kegiatan bertajuk "Get Together Program." Di antara puluhan orang tersebut, sepasang suami istri yang menghadiri acara itu mengucapkan dua kalimah syahadat dan resmi menjadi pemeluk Islam.

Perlahan namun pasti, jumlah pemeluk Islam di negara yang berbatasan dengan Indonesia di sebelah Timur itu terus bertambah.  Bahkan, pada 2008, jumlah penduduk Papua Nugini yang menganut Kristen berbondong-bondong berpindah keyakinan menjadi Muslim. 

Imam Khalid, tokoh Islam di Papua Nugini, mengatakan, ada banyak alasan yang membuat penduduk Papua Nugini tertarik untuk memeluk Islam. ‘’Mereka berpindah agama ke Islam bukan karena mereka tidak menyukai agama lain. Mereka merasa nyaman dengan agama  Islam," ujarnya seperti dikutip laman ABC News.

Selain itu, kata Imam Khalid, penduduk Papua Nugini kepincut pada ajaran Islam, karena agama Allah SWT itu lebih  mudah diterapkan ketimbang agama lain.  Mereka memandang Islam sebagai agama yang mudah. ‘’Tuhan tak hanya ada di masjid. Saya bisa shalat di mana pun, di rumah bahkan di bawah pohon.’’

Sekretaris Umum Komunitas Islam Papua Nugini, Isa Teine, menambahkan, ada pula kesamaan nilai-nilai Islam dengan adat Melanesia yang membuat pendududk Papua Nugini mulai jatuh cinta pada Islam. Ia mencontohkan, tradisi bertegur sapa di antara sesama, tak  sekadar salaman, namun juga saling memeluk.

"Saat menyapa orang, kami memeluknya. Itu adalah Islam. Kami tidak cukup bersalaman lalu meninggalkan mereka yang kami sapa. Itulah, sebagian besar budaya kami pada dasarnya bernilai Islam," kata Isa.

Satu hal lagi yang membuat orang Papua Nugini tertarik pada Islam, yakni soal poligami. Banyak penduduk negeri itu yang memiliki istri lebih dari satu. Menurut Isa, dalam Islam, poligami diperbolehkan.


                                                                     ***


Komunitas Muslim di Papua Nugini pun aktif mengajarkan seluk-beluk ibadah yang sesuai dengan acara Islam.  Islamic Society of Papua New Guinea (ISPNG) secara rutin menggelar Kamp Dakwah untuk Perempuan. Muslimah di negeri itu diajarkan tata cara mengurus jenazah, pemakaman Muslim, menyembelih binatang secara islami, memasak secara Islami, menjaga kebersihan, menyucikan najis, dan tayamum.
 
ISPNG adalah sebuah komunitas Islam yang berdiri sejak sekitar 1979 atau 1980, sekitar tujuh tahun sejak Islam masuk pertama kali ke wilayah timur Tanah Papua itu. Jumlah mualaf di Papua Nugini terus bertambah dalam beberapa tahun terakhir. 

Hal itu terjadi seiring gencarnya gerakan dakwah Islamiah. Sejumlah kantong Muslim dapat ditemukan di sekitar Port Moresby, serta di Baimuru, Daru, Marshall Lagoon, Lembah Musa, dan kepulauan Britania Baru dan Irlandia Baru. Perkembangan paling pesat banyak ditemukan di dataran-dataran tinggi.

Menurut ABC News, pada akhi 2008, jumlah Muslim di Papua Nugini telah mencapai lebih dari 4.000 jiwa. Bahkan, sebuah laporan yang dikutip situs tersebut mengatakan pernah terjadi perpindahan agama yang dilakukan bersama-sama oleh penduduk di berbagai desa. Hal itu membuat jumlah Muslim Papua Nugini meningkat secara signifikan.


                                                                     ***

Meski mengalami perkembangan yang signifikan, masyarakat Muslim di Papua Nugini juga masih dihadapkan pada Islamofobia. Seorang menteri negara senior Papua Nugini, seperti dikutip ABC News,  pernah menyebut Islam  sebagai sebuah bahaya laten yang mengancam kedamaian dan kesatuan di negara tersebut. 

Kaum Muslim di negeri itu, termasuk Imam Khalid, menyikapi pernyataan yang menyerang Islam itu sebagai sebentuk ketidakpahaman para non-Muslim terhadap Islam. "Tidak ada pemahaman yang seimbang tentang Islam. Semakin banyak citra negatif digambarkan atas agama Islam, orang akan semakin berkecenderungan mempercayai apa yang dikatakan oleh banyak orang, daripada datang dan mendengar sendiri (tentang Islam) dari mulut para Muslim," ujar Imam Khalid.

Ia optimistis gejala Islamofobia di Papua Nugini akan semakin terkikis seiring dengan meningkatnya jumlah Muslim di negara tersebut. Para tokoh Muslim pun berupaya mengenalkan Islam yang sebenarnya kepada publik di negara itu.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/13/11/06/mvtg1h-islam-di-papua-nugini-berkembang-kian-pesat

JOHN LEGEND- ALL OF ME

[Verse]What would I do without your smart mouthDrawing me in, and you kicking me outGot my head spinning, no kidding, I can’t pin you downWhat’s going on in that beautiful mindI’m on your magical mystery rideAnd I’m so dizzy, don’t know what hit me, but I’ll be alright
[Bridge]My head’s under waterBut I’m breathing fineYou’re crazy and I’m out of my mind
[Chorus]‘Cause all of meLoves all of youLove your curves and all your edgesAll your perfect imperfectionsGive your all to meI’ll give my all to youYou’re my end and my beginningEven when I lose I’m winning‘Cause I give you all, all of meAnd you give me all, all of you
[Verse]How many times do I have to tell youEven when you’re crying you’re beautiful tooThe world is beating you down, I’m around through every moveYou’re my downfall, you’re my museMy worst distraction, my rhythm and bluesI can’t stop singing, it’s ringing, I my head for you
[Bridge]My head’s under waterBut I’m breathing fineYou’re crazy and I’m out of my mind
[Chorus]‘Cause all of meLoves all of youLove your curves and all your edgesAll your perfect imperfectionsGive your all to meI’ll give my all to youYou’re my end and my beginningEven when I lose I’m winning‘Cause I give you all of meAnd you give me all, all of you
Cards on the table, we’re both showing heartsRisking it all, though it’s hard
[Chorus]‘Cause all of meLoves all of youLove your curves and all your edgesAll your perfect imperfectionsGive your all to meI’ll give my all to youYou’re my end and my beginningEven when I lose I’m winning‘Cause I give you all of meAnd you give me all of you
I give you all, all of meAnd you give me all, all of you

Muamalah Istishna'

MAKALAH MATERI PAI 2 (MUAMALAH)

ISTISHNA’

Disusun dalamrangka memenuhi tugas mata kuliahMateri PAI 2 (Muamalah)
Diampu oleh Bapak Gufron Effendi Mustofa,M.Pd.I




Kelompok 8
1.    Fitrotun Nahdiyah
2.    Desi Wahyuni
3.    Amin Alifatuloh

                                                                 Semester : III

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN
DI WONOSOBO
2014

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Istishna’. Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Materi PAI 2 (Muamalah).
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :
Bapak Dosen Mata Kuliah Materi PAI 2 (Muamalah)., Gufron Effendi Mustofa,M.Pd.I, yang telah memberikan izin untuk menyusun makalah ini.
Rekan-rekan yang telah banyak membantu dan memberi saran sehingga makalah ini terselesaikan.
Makalah ini tentu masih banyak kesalahannya,untuk itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamu.alaikum Wr.wb

Wonosobo, 27 Oktober 2014







DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR............................................................................................      1
DAFTAR ISI...........................................................................................................      2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................      3
A.    Latar Belakang.............................................................................................      3
B.     Rumusan Masalah........................................................................................      3
C.     Tujuan..........................................................................................................      3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................      4
A.    Pengertian.....................................................................................................      4
B.           ............................................................................................................... 4
C.           ............................................................................................................... 5
D.          ............................................................................................................... 6
E.           ............................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP................................................................................................      9
A.    Kesimpulan..................................................................................................      9
B.     Saran............................................................................................................      9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................    10









BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Dalam Islam, ada beberapa bentuk atau macam dalam akad jual beli, salah satunya adalah istishna’. istishna’ merupakan transaksi penjualan antara penjual dengan pembeli, dimana dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli dan berusaha unutk mendatangkan barang sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dan mengenai pembayaran, kedua pihak sepakat atas harga dapat dilakukan dimuka, dicicil, atau ditangguh untuk masa tertenu. Dalam pelaksanaannya, istishna’ ini tidak ada dalil yang jelas tentang halal ataukah haram dilakukakan. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan mencoba memaparkan lebih lanjut mengenai istishna’ ini.
B.     Rumusan Masalah
a.         Apa pengertian Isthisna’?
b.         Apa saja Rukun dalam Istishna’?
c.         Apa saja syarat-syarat dalam Istishna’?
d.        Bagaimana Hukum dalam Istishna’?
C.    Tujuan Penulisan
a.         Mengetahui tentang istishna’
b.         menambah wawasan tentang muamalah
c.         Menjabarkan dasar hukum yang melandasi istishna’.
d.        Menyebutkan rukun dan syarat melakukan istshna’.









BAB II
PEMBAHASAN


A.       Pengertian
Lafal istishna’ berasala dari akar kata shana’a ( صنع) ditambah alif, sin, dan ta’ menjadi istisna’a ( استصنع) yang artinya : “meminta untuk dibuatkan sesuatu” ,
sedangkan menurut bahasa defenisi istishna’ adalah suatu akad beserta seorang produsen untuk mengerjakan sesuatu yang dinyatakan dalam perjanjian ; yakni akad untuk membeli sesuatu yang dibuat oleh seorang produsen dan barang serta pekerjaan dari pihak produsen tersebut.”[1]
Dari definisi diatas bahwa akad Istishna adalah akad yang mengandung tuntutan atau permintaan agar Shani ‘(produsen)membuatkan suatu barang (pesanan) dari mustashni’(pesanan) dengan ciri-ciri dan harga tertentu. Dalam istihna ‘bahan baku/ modal pembuatanya dari pihak produsen.Sedangkan konsumen adalah pemesan barang denga ciri, bahan, bentuk, jumlah, jenis dan lain-lain yang sesuai dengan apa yang di kehendakinya. Dalam hal mewujudkan barang atas pesanan konsumen,produsen(shani) memproduknya sesuai dengan kehendak mushtasni tersebut. Maka dalam Istishna’ sangat mungkin terjadi barang tersebut tidak ada dalam pasaran atau setidak-tidaknya memiliki ciri-ciri tertentu di banding dengan barang-barang yang ada di pasaran.
Ulama Madzhab Hanafi mengatakan bahwa akad istishna’merupakan akad jual  beli bukan ijarah (upah mengupah atau sewa  menyewa) Oleh sebab itu menurut mereka objek akad dan kerja dibebankan kepada Shani’(produsen) dan harga barang bisa di bayar kemudian. Apabila di syaratkan bagi Shani’ hanya bekerja saja dan barang baku dari konsumen, maka akad ini tidak lagi di sebut akad istishna tetapi berubah menjadi akad ijarah.
Jumhur Ulama berpendapat bahwa hukum Istishna’ merupakan jenis khusus dari akad salam (akad jual beli pesanan),sehingga syarat-syaratnya sama dengan syarat-syarat yang berlaku dalam hukum harus di sepakati pada waktu akad di  sepakati dan tenggang waktu penyerahan barang harus jelas.Dengan demikian dalam akad istishna’bahan dan kerja dari produsen ,sedangkan konsumen hanya memesan sesuai kehendaknya.
B.       Rukun Istishna’
Akad Istishna di pandang syah apabila memenuhi rukun istishna’di antaranya :
1)        Shani’ (produsen/pembuat)
2)        Mustashni’(pemesan/pembeli)
3)        Mashnu’(barang yang di pesan)
4)        Ra’al-maj(harga/modal yang di bayarkan)
5)        Shighat ijab qobul(ucapan serah trima).
C.       Syarat Istishna’
Sebagaimana di singgung di depan,bahwa ulama fiqih menyatakan bahwa akad isishna’ merupakan akad yang mengandung unsur spikulasi dam hukiumnya di perselisihkan,sebab pada dasarnya akad ini tidak sejalan dengan prinsip dasar jual beli yang unsur terpentinggnya ialah barang yang di perjual belikan harus ada .Sementara dalam hukum istishn’ barang yangt di perjualbelikan di yakini masih akan ada.Untuk menghindari munculnya spikulasi sebagai dampak dari belum adanya barang ketika akad,ulama fiqih mengemukakan syarat-syarat istishna’yang ketat sebagai berikut :
                                                                 
1.        Syarat yang terkait dengan Shani dan mustashnishani tidak mempumyai hak untuk khiyar ketika mustashni (pemesan/pembeli) melihat barang yang di jual dan setuju atas barang yang di pesan.Sementara mustashni di beri hak khiyar (kemudian meninggalkan pesanan) jika shani di anggap tidak memenuhi sifat-sifat barang pesanan.Namun demikian menurut  Abu Yusuf,masing-masing dari shani dan mushtashni tidak boleh melakukan khiyar dengan alasan dapat merugikan shani.[2]

2.        Syarat yang terkait dengan objek akad (mashnu) Objek akad harus di jelaskan secara rinci,baik jenisnya,ukuranya,jumlahnya maupun sifat-sifatnya.persyaratan ini untuk menghindari ketidak jelasan objek. Apabila salah satu unsur ini tidak jelas, maka akadnya tidak syah.
D.       Perbedaan Akad Salam dengan Akad Istishna’
Jumhur Ulama memandang bahwa akad Istishna’ merupakan bagian dari akad salam.Namun demikian akad istishna’mempunyai ciri khas sendiri yang membedakanya dengan akad salam.Diantaranya adalah :
a)        Barang (Objek) yang di jual dalam akad salam adalah berbentuk’’utang’’ yang wajib di selesaikan dan objek itu sejenis barang yang ada contohnya di pasar.Tetapi dalam istishna barang yang di pesan adalah materinya yang contohnya tidak ada di pasar dan sekalipun ada tetapi tidak sama.Namun demikian jumhur ulama tidak membedakan objek istishna ini.
b)        Dalam salam,jumhur ulama mensyaratkan harus ada jangka waktu antara akad dan penerimaan barang yang di pesan,kecuali menurut mahzhab syafi’i.Sementara dalam istishna tidak boleh ada jangka waktu.
c)        Dalam salam, akad besrsifat mengikat,masing-masing pihak tidak boleh membatalkan akad sepihak.Sedangkan dalam akad istishna’ akad tidak bersifat mengikat masing-masing yang berakad boleh membatalkan secara sepihak.
d)       Dalam akad salam ra’s al-mal harus di serahkan seluruhnya di waktu terjadinya transaksi.Sementara dalam akad ustishna’boleh menyerahkan ra’s al-mal sebagian atau tidak sama sekali di waktu terjadinya akad. Dan inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara keduanya.
E.       Dasar Hukum Istishna’
Dalam menentukan hukum akad istishna’ Ulama’ fiqh berbeda pendapat. Di kalangan Ulama’ Hanafi sendiri terdapat dua pendapat. Sebagian berpendapat bahwa, jika akada ini didasarkan pada dalil qiyas (analogi) kepada jual beli, maka akad istishna’ dianggap tidak syah, sebab obyek jual beli belum ada. Hal ini masuk dalam kategori jual beli  beli ma’dum (jual beli yang objeknya belum ada) yang dilarang oleh Rasulullah SAW. Namun sebagian Ulama’ Hanafi melihat bahwa istishna’ didasarkan pada dalil istihsan (berpaling dari kehendak qiyas, karena kemaslahatan yang kuat menjadi alasan pemalingan ini). maka untuk kemaslahatan orang banyak akad ini dibolehkan.
          Sebagian ulama’ syafi’iyah berpegangan pada kaidah qiyas. Maka, istishna’ tidak diperbolehkan sebab bertentangan dengan kaidah umum yang berlaku dalam jual beli, di mana obyek akad belum ada. Sehingga di sini dimungkinkan munculnya unsur spekulasi. Menurut sebagian dari mereka, dasar hukum dari istishna’ adalah adat kebiasaan yang telah berlaku dalam masyarakat. Masyarakat sudah menjadikaan istishna’ sebagai salah satu model transaksi mereka, dan akad ini sudah menjadi salah satu kebutuhan masyarakat.
          Sedang ahli fiqh kontemporer berpendapat bahwa bai’ al-istishna’ hukumnya syah atas dasar qiyas dan aturan umum syari’ah. Mereka berpandangan bahwa akad istishna’ termasuk jual beli biasa, di mana penjual meiliki kemampuan menyediakan barang saat penyerahan. Kemungkinan terjadinya perselisihan kualitas barang dapat diminimalisir dengan kesepakatan kriteria, ukuran, bahan material pembuatan barang dan lain-lain. Sehingga unsur spekulasi yang dimungkinkan muncul akan dapat dihindari. Apa lagi dalam akad ini, juga diberlakukan beberapa syarat yang harus dipenuhi.[3]
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa kebolehan akad istishna’ bukan atas dasar dalil nash suci al-Qur’an maupun nash al-hadist akan tetapi ijtihad Ulama’ fiqh. Atas dasar istihsan, Ulama Hanafi menyetujui istishna’ dengan alasan sebagai berikut:
a.         Masyarakat telah mempraktekan bai’ al-istishna’ secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Dalam hal ini makaakda istishna’ sudah menjadi konsensus masyarakat.
b.        Dalil Qiyas (dalam hal ini ia menjadi dasar ketidak bolean istishna’), dapat tidak dipakai jika ada alasan kuat ada ada ijma’ yang menyatakan demikian.
c.         Keberadaan bai’ al-istishna’ didasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang seringkali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar sehingga mereka cenderung memerlukan kontrak agar orang lain membuatkan barang sesuai dengan selera mereka.
d.        Bai’ al-istishna’ secara umum tidak mengingkari aturan kontrak. Maka ia dipandang syah selama tidak bertentangan dengan naash atau aturan umum syari’ah[4].
F. Hakekat akad istishna’
            Ulama mazhab Hanafi berbeda pendapat tentang hakekat akad istishna' ini. Sebagian menganggapnya sebagai akad jual-beli barang yang disertai dengan syarat pengolahan barang yang dibeli, atau gabungan dari akad salam dan jual-beli jasa (ijarah). Sebagian lainnya menganggap sebagai 2 akad, yaitu akad ijarah dan akad jual beli. Pada awal akad istishna', akadnya adalah akad ijarah (jualjasa). Setealh barang jadi dan pihak kedua selesai dari pekerjaan memproduksi barang yang di pesan, akadnya berubah menjadi akad jual beli.
            Nampaknya pendapat pertama lebih selaras dengan fakta akad istishna'. Karena pihak 1 yaitu pemesan dan pihak 2 yaitu produsen hanya melakukan sekali akad. Dan pada akad itu, pemesan menyatakan kesiapannya membeli barang-barang yang dimiliki oleh produsen, dengan syarat ia mengolahnya terlebih dahulu menjadi barang olahan yang diingikan oleh pemesan[5].

G. Hal-Hal Terkait Istishna’
a.      Penetapan Waktu Penyerahan Istishna'
Ada tiga pendapat di dalam mazhab Hanafi yang berhubungan dengan penetapan tanggal penyerahan mashnu;
·         Imam Abu Hanifah menolak penetapan tanggal pada masa yang akan datang untuk penyerahan mashnu' Jika suatu tanggal ditetapkan, maka kontrak berubah menjadi bai' as salam karena ini merupakan ciri dari akad yang mengikat seperti bai'as salam bukan ciri bai' al istishna’ yang terbuka atas pilihan-pilihan.
·         Abu Yusuf dan Muhammad bin Al Hassan Asy Syaibani, dua murid dan sahabat Abu Hanifah menerima syarat penetapan tanggal pada masa yang akan datang Alasannya, orang-orang telah mempraktekkan istishna' dengan cara seperti itu.
·         Tetapi Abu Hanifah dan kedua sahabatnya bersepakat jika tanggal penyerahan dalam suatu akad istishna’ ditetapkan, dan tidak sesuai dengan apa yang lazimnya dipraktekkan, maka akad bai’ al istishna‘ tersebut berubah menjadi akad bai as salam.


b. Konsekuensi Akad Istishna'
Imam Abu Hanifah dan kebanyakan pengikutnya menggolongkan akad istishna' ke dalam jenis akad yang tidak mengikat. Dengan demikian, sebelum barang diserahkan keduanya berhak untuk mengundurkan diri akad istishna'; produsen berhak menjual barang hasil produksinya kepada orang lain, sebagaimana pemesan berhak untuk membatalkan pesanannya.
Sedangkan Abu Yusuf murid Abu Hanifah, memilih untuk berbeda pendapat dengan gurunya. Beliau menganggap akad istishna' sebagai salah satu akad yang mengikat. Dengan demikian, bila telah jatuh tempo penyerahan barang, dan produsen berhasil membuatkan barang sesuai dengna pesanan, maka tidak ada hak bagi pemesan untuk mengundurkan diri dari pesanannya. Sebagaimana produsen tidak berhak untuk menjual hasil produksinya kepada orang lain.
Menurut penulis, pendapat Abu Yusuf inilah yang lebih kuat, karena kedua belah pihak telah terikat janji dengan saudaranya. Bila demikian, maka keduanya berkewajiban untuk memenuhi perjanjiannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
المُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوطِهِمْ. رواه أبو داود والحاكم والبيهقي وصححه الألباني
"Kaum muslimin senantiasa memenuhi persyaratan mereka." ( Hadis Riwayat Abu Dawud, Al Hakim, Al Baihaqy dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Albany )
c. Penghentian Kontrak Ba’i al Istishna'
Kontrak ba'i al istishna' bisa dihentikan berdasarkan kondisi- kondisi berikut ini:
1.      Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak.
2.      Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak.
3.      Pembatalan hukum kontrak. Ini jika muncul sebab yang masuk akal untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing-masing pihak bisa menuntut pembatalannya.

H. istishna’ Pararel
            Dalam sebuah kontrak bai’ al-istishna’, bisa saja pembeli mengizinkan pembuat menggunakan subkontrakator untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat dapat membuat kontrak istishna’ kedua untuk memenuhi kewajibannya kepada kontrak pertama. Kontrak baru ini di kenal sebagai istishna’ pararel. Istishna’ pararel dapat di lakukan dengan syarat:
(a) akad kedua antara bank dan subkontraktor terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir dan
(b) akad kedua di lakukan setelah akad pertama sah.
Ada beberapa konsekuensi saat bank Islam menggunakan kontrak pararel. Diantaranya sebagai berikut.
  1. Bank Islam sebagai pembuat kontrak pertama tetap merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksaaan kewajibannya. Istishna’ pararel atau subkontrak untuk sementara harus di anggap tidak ada. Dengan demikian sebagai shani’ pada kontrak pertama, bank tetap bertanggung jawab atas setiap kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak pararel.
  2. Penerima subkontrak pembuatan pada istishna’ pararel bertanggung jawab terhadap Bank Islam sebagai pemesan. Dia tidak mempunyai hubungan hukum secara langsung dengan nasabah pada kontrak pertama akad. Bai’ al-istishna’ kedua merupakan kontrak pararel, tetapi bukan merupakan bagian atau syarat untuk kontrak pertama. Dengan demikian kedua kontraktersebut tidak memunyai kaitan hukum samasekali.
  3. Bank sebagai shani’ atau pihak yang siap untuk membuat atau mengadakan barang, bertanggungjawab kepada nasabah atas pelaksanaan subkontraktor dan jaminan yang timbul darinya. Kewjiban inilah yang membenarkankeabsahan istishna’ pararel, juga menjadi dasar bahwa bank boleh memungut keuntungan kalau ada[6].
























BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
            Istishna’ adalah akad jual beli pesanan dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi tanggung jawab pihak produsen sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka, tengah atau akhir. Rukun dan syarat istishna’  mengikuti bai’ as-salam.  Hanya saja pada bai’ al-istishna’  pembayaran tidak dilakukan secara kontan dan tidak adanya penentuan  waktu tertentu penyerahan barang, tetapi tergantung selesainya barang pada umumnya.
B.     Saran
Dengan mengucap syukur alhamdulillah pada Allah SWT, kami dapat  menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tentunya masih banyak kekurangan. Oleh  karena itu kami masih memerlukan kritik dan saran yang membangun serta bimbingan, terutama dari Dosen.  Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi kami sebagai penyusun.











DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Drs. H. Ahmad Wardi, Fiqh Muamalah, Jakarta : Amzah, 2010
al-Jazirah, Abd, al-fiqh ala Madzahabi al-arba’ah, Beirut: Daat al-Qalam, tt
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dari Teorike Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001
al-Kasani, Alauddin, Bada’i al-Shana’i, Cet.I, Beiut: Dar al-Kutub, 1997
http://fachmieloebiez.blogspot.com/2013/05/istishna-fiqh-muamalah.html



[1]Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah ( Jakarta : Amzah, 2010 ), hlm. 252-253
[2] Alauddin al-Kasani, Bada’i al-Shana’i, Cet.I (Beiut: Dar al-Kutub, 1997) hlm.136
[3]Abd al-Jazirah, al-fiqh ala Madzahabi al-arba’ah (Beirut: Daat al-Qalam, tt) hlm.202
[4]Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teorike Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001)  hlm.114
[5]http://firafairuz.blogspot.com/2013/10/makalah-istishna.html
[6]http://fachmieloebiez.blogspot.com/2013/05/istishna-fiqh-muamalah.html